Monday, 4 October 2010

Pluralisme & Multikulturalisme

1. PENDAHULUAN

Seiring berjalannya waktu wacana tentang Pluralisme dan multikulturalisme menjadi sesuatu isu penting dalam upaya pembangunan indonesia. Belajar dari pengalaman sejarah yang menunjukan pada kita, begitu besar korban dan penderitaan umat manusia sebagai imbas dari pemaknaan yang kurang tepat akan keragaman (pluralisme dan multikulturalisme). Pertikaian terjadi di berbagai belahan dunia mulai dari utara barat dan selatan pertikaian akibat sentiment etnis, ras, budaya, golongan serta agama.

Fenomena ini tidak menyurutkan bagi siapapun untuk menentang dan memihak keduanya. Namun kini Multikulturalsime sebagai sebuah fenomena yang relatif baru dalam terminologi ilmiah berkembang pesat menjadi realita yang menggejala dalam berbagai peristilahan di masyarakat. Sehingga tak heran jika istilah tersebut populer di kehidupan sehari-hari meskipun terkadang masih banyak sesungguhnya yang tidak paham makna serta arti dari kata tersebut.

Asas yang diambil oleh Indonesia, yang kemudian dirumuskan dalam semboyan bhineka tunggal ika. Pernyataan tersebut mengandung makna meskipun berbeda-beda tetapi ada keinginan untuk tetap menjadi satu. Indonesia adalah potret sebuah negeri yang memiliki keragaman budaya. Dalam pandangan Koentjaraningrat Indonesia dapat disebut sebagai negara plural terlengkap di dunia di samping Amerika. Di Amerika dikenal semboyan et pluribus unum, yang mirip dengan bhineka tunggal ika, yang berarti banyak namun hakikatnya satu. Realitas historis menunjukkan bahwa bangsa Indonesia berdiri tegak di antara keragaman budaya yang ada. Salah satu contoh nyata adalah dengan dipilihnya bahasa Melayu sebagai akar bahasa persatuan yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia. Dengan kesadaran yang tinggi semua komponen bangsa menyepakati sebuah konsensus bersama untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang dapat mengatasi sekaligus menjembatani jalinan antarkomponen bangsa.

Tulisan singkat ini bermaksud menjelaskan sedikit tentang arti dari pluralisme dan multikulturalisme yang ada di negeri tercinta, Indonesia.

2. DEFINISI PLURALISME & MULTIKULTURALISME

Pluralisme adalah faham yang memberikan ruang nyaman bagi paradigma perbedaan sebagai salah satu entitas mendasar kemanusiaan seorang manusia. Pluralisme yang sebelumnya memiliki pengertian netral yang secara etimologi berarti “paham tentang yang plural” merambah dalam pemikiran yang lebih ke masa lampau dan menembus wilayah sakral keagamaan. Secara terminologi pluralisme adalah ajaran bahwa kenyataan berdasarkan berbagai asas yang masing-masing tidak berhubungan yang satu dengan yang lain bahwa kenyataan terdiri dari berbagai unsur dasar, yang masing-masing berlainan faham pada yang satu dengan yang lain.

Kemudian yang di maksud dengan Multikulturalisme adalah paradigma yang menganggap adanya kesetaraan antar ekspresi budaya yang plural. Namun menurut Parsudi Suparlan (2001) mengatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaaan kultur, atau sebuah keyakinan yang mengakui pluralisme kultur sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme menyangkut kesadaran sosial bahwa di dalam kehidupan masyarakat terdapat keragaman budaya. Kesadaran tersebut berdimensi etis yang menuntut tanggung jawab yang terarah pada tindakan baik dan benar, yang selanjutnya terwujud ke dalam berbagai bentuk penghargaan, penghormatan, perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengakuan akan eksistensi terhadap sesama.

Masyarakat multikultural memiliki ciri yang berbeda dengan masyarakat plural, karena pada masyarkat multikultural terjadi interaksi aktif antara masyarakat dan budaya yng prulal dalam kehidupan sehari hari. Ada nuansa keseteraan dan keadilan dalam unsur budaya yang berbeda tersebut. Prinsip keanekaragaman, perbedaan, kesederajatan persamaan, penghargaan demokrasi, hak azasi, dan soidaritas merupakan prinsip multikulturalisme.

Dalam konteks indonesia sejarah peranan negara pada masa orde baru amatlah kuat. Misalnya saja dalam bidang politik negara yang mengesahkan satu ideologi organisasi kepartaian dalam bidang pendidikan negara melakukan penyeragaman kurikulum tanpa memperdulikan muatan lokal dalam bidang ekonomi negara melakukan sentralisasi dan eksploitasi sumber daya alam dan manusia, dalam bidang agama dan budaya. Secara sederhana, pendidikan multikultural dapat dimaknai sebagai proses untuk menumbuhkan kemampuan cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. multikulturalisme mempunyai relevansi makna dan fungsi yang tepat. Untuk itulah maka konsep tersebut menjadi penting dikembangkan dan diinternalisasikan dalam proses transformasi nilai-nilai bagi masyarakat bangsa yang beragam. Prinsip-prinsip dasar multikulturalisme yang mengakui dan menghargai keberagaman, akan sangat membantu bagi terjadinya perubahan format perilaku sosial yang kondusif dan menjanjikan ditengah kehidupan masyarakat yang majemuk. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan tercerai.

pentingnya penanaman faham tentang multikulturalisme di banding prulalisme dalam bidang pendidikan yaitu menumbuhkan suatu pencerminan suatu bersatunya negara ini, dalam kemajuan aspek budaya dan keanekaragaman yang terdiri di dalamnya. Sehingga tetap menjdi satu kesatuan yang utuh. Namun bukan berarti kita hanya memegang faham multikulturalisme, karena sebuah bangsa yang perspektif tunggal merupakan sebuah kesalahan besar.
Realitanya dan kenyataan yang ada, Indonesia dengan segala perbedaan yang melekat pada geografinya, demografinya, religiusitasannya, serta kulturalnya tetap bertahan dalam satu kesatuan. Paradigma bahwa pendidikan multikultural memberikan kebermanfaatan untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas antar etnik, ras, agama, dan budaya. Suatu hal yang penting, penanaman akan arti multikulturalisme itu dimulai dari instansi terkecil yaitu keluarga, karena keluarga merupakan media pembelajaran utama dalam kita menghadapi dunia luar. Kemudian fungsi keluarga adalah sebagai proses dimana seseorang mengalami internalisasi, transformasi, dan sosialisasi sebuah tata nilai. Orang tua berperan aktif dalam mengembangkan dan menanamkan nilai nilai sosial yang ada dalam arti multikulturalisme maupun pluralisme. Begitu juga kebudayaan yang dimiliki suatu negara, ruang lingkup keluargalah yang paling utama dalam memeberikan suatu pengajaran, sehingga tercipta suatu penghargaan setiap keanekaragaman budaya yang di miliki indonesia.
Kebudayaan pada hakekatnya tidak terlepas dari komunikasi, dalam konssep ini maka kebudayaan (budaya) adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Dari gambaran tersebut di atas, setidaknya dapat dilihat bagaimana sebenarnya perbedaan kulturalisme dengan multikulturalisme. Dr. Turnomo Rahardjo misalnya membedakan keduanya sebagai berikut :

(1) Kulturalisme

1. Bertujuan mengembangkan interdependensi pada aspek-aspek pragmatis dan instrumental dalam kontak antarbudaya;

2. Memberikan penekanan pada pemeliharaan identitas kultural;

3. Mengkombinasikan pendekatan etic (memperoleh data) dan pendekatan emic (mendapatkan data) dalam pertukaran antarbudaya.

(2) Multikulturalisme

1. Bertujuan mempertahankan dan mentransmisikan budaya yang tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan relasional maupun eksternal;

2. Berusaha memelihara identitas kultural dengan segala konsekuensinya;

3. Merupakan proses emic (mendapatkan data) karena mensyaratkan pemeliharaan terhadap keberadaan setiap budaya.

Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana budaya meliputi semua penegasan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan kita tidak kita sadari. Mungkin suatu cara untuk memahami pengaruh budaya adalah dengan membandingkannya dengan komputer elektronik, kita memrogram komputer agar melakukan sesuatu, budaya kita pun memrogram kita agar melakukan sesuatu dan menjadikan kita apa adanya. Budaya kita secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati – dan bahkan setelah mati pun kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita.

Oleh karena itu budaya memberi identitas kepada sekelompok orang bagaimana kita dapat mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang menjadikan sekelompok orang sangat berbeda? Salah satu caranya adalah dengan menelaah kelompok dan aspek-aspeknya, antara lain Komunikasi dan Bahasa, Pakaian dan Penampilan, Makanan dan Kebiasaan Makan, Waktu dan Kesadaran Akan Waktu, Penghargaan dan Pengakuan, Hubungan-hubungan, Nilai dan Norma, Rasa Diri dan Ruang, Proses Mental dan Belajar, dan Kepercayaan dan Sikap.

3. ATURAN HUKUM TERKAIT PLURALISME & MULTIKULTURALISME

Hal yang nampak dalam tidak menghargai perbedaan pluralisme dalam pendidikan adalah dalam pelaksanaan UN (Ujian Nasional) yang terlihat memaksa, karena sesorang memiliki kemampuan dan minat masing masing, sehingga penyerataan yang ada dalam UN itu bersifat ‘beban’ bagi setiap individu. paradigma multikultural juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Sekolah sebagai suatu institusi diharapkan mampu menjadi persemaian “bibit-bibit” bagi kekuatan kehidupan masyarakat di masa datang. Pendidikan merupakan bagian dari proses pembudayaan nurani dan pemerdekaan berpikir. Semuanya diarahkan pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa dan berbudi pekerti luhur, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN Bab II, pasal 4).Namun seiring berjalannya waktu, pendidikan multikultural mulai menyebar ke wilayah di luar Amerika, khususnya di negara yang memiliki kebhinekaan etnik, ras, agama dan kultural seperti Indonesia. pendidikan multikultural mencakup gagasan pluralisme-kultural, yang memberi ruang kajian bagi pemahaman dan penghargaan budaya dalam keberagaman kelompok masyarakat.

4. PENDAPAT TOKOH INDONESIA TENTANG KONDISI PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME

a. KH. Abdurahman Wahid

Dengan adanya kesadaran tentang pentingnya pluralisme, setiap pihak diharapkan menyadari bahwa sebagai manusia, kita tidak hanya dianugerahi persamaan, melainkan juga perbedaan. Setiap manusia mempunyai ciri, karakter, dan keyakinan masing-masing. Semua itu tidak bisa diseragamkan dengan cara apa pun.

Hukum alam mengakui keberadaan mayoritas dan minoritas bukan semata untuk saling menghabisi, melainkan sebagai energi dialektika demi mencapai kemajuan peradaban umat manusia. Semoga saja adanya sense of minority dalam rajutan social fabric kita dapat menghapus segala bentuk penindasan yang dilakukan kaum mayoritas terhadap minoritas. Dengan demikian, robohnya kerukunan beragama di negeri ini bisa segera diatasi bersama.

b. Prof. Dr. M. Amien Rais

Akhir-akhir ini saya melihat istilah pluralisme yang sesungguhnya indah dan anggun justru telah ditafsirkan secara kebablasan. Sesungguhnya toleransi dan kemajemukan telah diajarkan secara baku dalam Al-Quran. Memang Al-Quran mengatakan hanya agama Islam yang diakui di sisi Allah, namun koeksistensi atau hidup berdampingan secara damai antar-umat beragama juga sangat jelas diajarkan melalui ayat, lakum diinukum waliyadin. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu. Dalam istilah yang lebih teknis, wishfull coexistent among religions, atau hidup berdamai antar umat beragama di muka bumi.

Tidak ada yang keliru dari aliran pluralisme ?

Nah, karena itu tidak ada yang salah kalau misalnya seorang Islam awam atau seorang tokoh Islam mengajak kita menghormati pluralisme. Karena tarikh Nabi sendiri itu juga penuh ajaran toleransi antarberagama. Malahan antar-umat beragama boleh melakukan kemitraan di dalam peperangan sekalipun. Banyak peristiwa di zaman Nabi ketika umat Nasrani bergabung dengan tentara Islam untuk menghalau musuh yang akan menyerang Madinah.

c. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Pertama, bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa pluralisme merupakan sebuah berkah (rahmah). Para sosiolog dan antropolog menyakini betul pluralisme itu sebagai suatu kebutuhan. Dengan munculnya tuntutan pelbagai kelompok tersebut, maka lahirlah kombinasi dari setiap kelompok sebagai mikrokultur (sekurang-kurangnya mereka terkait pada homogenitas etnik karena alasan kultural. Dalam perkembangan selanjutnya, sadar atau tidak sadar, terjadi interaksi antarkelompok etnik untuk bersama-sama berusaha memenuhi kebutuhan mereka. Dari sinilah terjadi perubahan dari kelompok tersebut, dari kelompok mikrokultural yang homogen ke multikultur yang lebih heterogen (baca, Linch & Hanson dalam Liliweri, 2005:62, Wahid dan Ihsan, 2004).

Kedua, menjadikan nilai dan etika pluralisme atau multikultural sebagai bagian dari hidup, bukan sekedar program. Pluralisme dalam masyarakat tidak terbantahkan eksistensinya. Pada masyarakat multikultural kelompok-kelompok etnik dapat menikmati hak-hak mereka yang sama dan seimbang, dapat melindungi dan memelihara diri mereka sendiri karena mereka menjalankan tradisi kebudayaannya.

5. PENDAPAT PENULIS TENTANG PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME

Menurut saya perbedaan antara pluralisme dan multikulturalisme itu tidaklah menjadi penghalang kebebasan berbudaya dalam negeri yang kita cintai ini, karena setiap paradigma yang muncul dari setiap individu, memancing kita untuk berlomba saling memepertahankan idealis kita masing masing dan saling sikut menyikut tanpa adanya penghargaan perbedaan dalam kehidupan. Idealis yang kita pegang erat dan kita mantapkan sebagai pedoman hidup tidak seharusnya menindas suatu individu lain, sebaliknya dengan kita berpegang teguh dengan apa yang kita punya, kita harus bisa memperadakan paham individu lain untuk memberikan kebebasan mereka dalam beridiolgi. Sehingga kita dapat memusnahkan bahkan menghapuskan pertikaian antara kelompok yang tidak saling menghargai ideologi yang di genggam oleh masing masing. Dalam setiap sisi kehidupan, manusia selalu berada pada dua sisi, yaitu sebagai individu dengan segala karateristiknya dan sebagai bagian dari kelompok manusia yang lain. Dua sisi tersebut menempatkan manusia pada dimensi personal dan dimensi sosial. Dimensi sosial akan tampak eksistensinya bila didukung oleh keberadan personal, seba-liknya dimensi personal akan semakin bermakna jika berada pada konteks soisal. Dimensi personal membawa impilkas ke-bhineka-an yang dibawa masing-masing individu. Sementara itu, dimensi sosial mengandaikan adanya ke-ekaan sebagai wujud menyatunya ke-bhineka-an. Hal itulah yang menjadi inti dari adanya pluralisme budaya.

Dan kita sebagai masyarakat Muslim yang senantiasa menghagai perbedaan, tentunya kita tidak serta merta menuduh bahwa yang lain itu salah, dan mengklaim bahwa hanya dirinya sendiri yang benar. Kita sebagai umat Muslim tentunya harus mengamalkan apa yang diajarkan agama Islam, dimana ajaran Islam mengajarkan kita untuk saling kenal-mengenal. Ini berarti bahwa keanekaragaman budaya merupakan suatu anugrah tersendiri dari Allah SWT kepada kita, sebagai bahan renungan.

6. PENUTUP

Pada akhir tulisan ini penulis dapat menarik kesimpulan dan dengan kesimpulan tersebut setidaknya mendapatkan gambaran yang cukup jelas tentang Pluralisme dan Multi-Kulturalisme, sehingga diharapkan dapat lebih memperjelas apa yang telah digambarkan di atas. Dan dengan kesimpulan tersebut pula setidaknya penulis dapat memberikan beberapa saran yang nantinya semoga dapat dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA


Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme.

Geger. Mengkomposisikan Integrasi sebagai Fondasi Multikulturalisme.

Harian Suara Pembaharuan. 9 September 2004. Tanggung Jawab Besar Pendidikan Multikultural. http://www.sampoernafoundation.org/content/view/212/48/lang,id/.

Rahman. 2005. Pentingnya Pendidikan Multikultur Atasi Konflik Etnis. http://www.ganto-online.com/index.php?option=com content&tast=view&id=55&Itemid=73.

Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm.

Efendi, Anwar. Sekolah sebagai Tempat Pesemaian Nilai Multikulturalism.

Isya Marjani, Gustiana. 2009. Multikulturalisme dan Pendidikan: Relevansi Pendidikan dalam

Membangun Wacana Multikulturalisme di Indonesia.

Haidar, Dzaky. Agustus 2005. Aktualisasi Paradigma Multi Kulturalisme Dalam Budaya Indonesia Yang Plural.

Syafi’i, Ahmad. 2008. Penyuluh agama Pada Masyarakat Multikultural.